Wujud Kasih Sayang Ahlussunnah kepada Penguasa


Wujud  kasih  sayang  ahlussunnah  kepada  waliyyul  amr (penguasa  atau  pemerintah)  adalah  ketaatan  mereka  terhadap penguasa,  baik  ia  seorang  yang  adil  maupun  lalim,  serta mendo’akan kebaikan bagi mereka.

Allah berfirman : “Hai orang-orang yang beriman,  taatilah Allah dan  taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (QS. An Nisaa’ : 59)

Imam  Ahmad  berkata  :  “(Diantara  pokok-pokok  sunnah ialah)  mendengar  dan  taat  kepada  para  pemimpin  dan  amirul mukminin  baik  ia  seorang  yang  baik  maupun  lalim.”  (Ushulus Sunnah hal. 64)

Berkata  Imam  Abu  Utsman  Ash  Shobuni  :  “Ahlussunnah menganjurkan  untuk mendoakan  penguasa  agar mereka mampu melakukan perbaikan, mendapatkan  taufiq dari Allah,  kesholihan, serta menebarkan  keadilan  kepada  rakyat.”  (Aqidah As  Salaf Ash-habul Hadits hal. 106)

Mereka  tidak  mencabut  ketaatan  terhadap  penguasa meskipun  ia  seorang  yang  lalim,  karena  seratus  tahun  dipimpin oleh  penguasa  yang  lalim  lebih  baik  daripada  satu  hari  tanpa penguasa.  Bila  tidak  ada  penguasa,  manusia  akan  berbuat seenaknya,  saling  menjatuhkan  satu  sama  lain,  saling  memakan harta  satu  sama  lain  secara  zholim,  saling  membunuh,  saling berebut kekuasaan. Maka kerusakan yang diakibatkan sehari tanpa pemimpin, itu  lebih  parah  daripada  kerusakan  yang  diakibatkan seratus tahun dipimpin oleh seorang yang lalim.

Mereka  tidak mencabut  ketaatan  selama pemimpin masih menegakkan sholat. Rasul bersabda :  “Akan  ada  para  pemimpin  yang  membuat  hati  takut,  membuat bulu  kulit  merinding (karena kedzoliman mereka).”  Seseorang  bertanya,”Apakah  kami  boleh memerangi  mereka?”  Beliau  menjawab  :  “Tidak  boleh,  selama mereka masih menegakkan sholat.” (HR. Ibnu Abi ‘Ashim dalam As Sunnah  1077.  Dishohihkan  oleh  Syaikh  Al  Albani  tatkala mengomentari hadits tersebut)

Mereka  tidak  mencabut  ketaatan  kecuali  bila  melihat kekufuran  yang  jelas  dari  pemimpin,  serta memiliki  kemampuan untuk mencabut kekuasaan. Ubadah bin Shomit mengatakan : “Nabi  menyeru  kami,  kemudian  kami  membaiat  (mengucapkan janji  setia)  kepada  beliau.  Diantara  isi  baiat  yang  Beliau perintahkan kepada kami  ialah  :  ‘Kami berbaiat untuk mendengar dan taat (kepada pemimpin), baik di saat susah maupun senang, di saat  sempit  maupun  lapang,  meskipun  pemimpin  menahan  hak kami.  Dan  kami  tidak  boleh  menggugat  kekuasaan  (berontak), Rasul bersabda,”  kecuali bila  kalian melihat  kekufuran  yang  jelas, dimana  kalian  memiliki  bukti  yang  nyata  di  sisi  Allah”.”  (HR. Bukhori  Kitabul  Fitan/6  no.  6647, Muslim  Kitabul  Imaroh/42  no. 1709)

Bila  melihat  kekufuran  yang  jelas  pada  diri  penguasa, namun  tidak  memiliki  kemampuan  untuk  mencabut  kekuasaan, maka  tidak  boleh  memberontak,  terlebih  lagi  bila  dengan pemberontakan  itu  malah  mengakibatkan  kerusakan  yang  lebih besar.  Syaikh Muhammad  bin  Sholih  Al Utsaimin  berkata  :  “Akan tetapi  dengan  syarat  kita  harus  memiliki  kemampuan.  Bila  kita tidak  memiliki  kemampuan,  maka  tidak  boleh  memberontak.” (Syarh Riyadhush Sholihin 4/515)

Ahlus  sunnah  juga  memandang  diharamkannya mengumbar  kesalahan  pemimpin  di  depan  umum,  baik  di  atas mimbar, podium, media massa,  terlebih  lagi dengan demonstrasi, karena  hal  itu  akan  menyebabkan  tidak  dihargai  dan  ditaatinya pemimpin.  Bila  pemimpin  sudah  tidak  dihargai  dan  ditaati, maka kerusakan  yang  terjadi  tidak  dapat  dibayangkan.  Rasulullah bersabda :  “Barangsiapa  menghinakan  pemimpin  yang  Allah  pilih  di  dunia, maka Allah akan membuat dia  terhina pada hari kiamat.”  (HR. At Tirmidzi  Al  Fitan  no.  2325,  Ahmad  5/42,49.  Dishohihkan  oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash Shohihah no. 2297)

Bila  pemimpin  memerintahkan  kemaksiatan,  maka  tidak boleh  ditaati  dalam  hal  ini,  karena  tidak  diperbolehkan  ketaatan dalam hal maksiat. Namun tetap tidak boleh menggugat kekuasaan kecuali bila melihat kekufuran yang jelas, sebagaimana diterangkan pada hadits di muka. Rasul bersabda :  “Bila  (seorang  muslim)  diperintahkan  untuk  melakukan kemaksiatan, maka tidak boleh mendengar dan taat.” (HR. Bukhori Kitabul Ahkam 6725, Muslim Kitabul Imaroh 1839).

Disadur dari :

Ebook: Kasih Sayang Manhaj Salaf karya Muhammad bin Badr al ‘Umari

E-book bisa diunduh di sini.

Satu tanggapan untuk “Wujud Kasih Sayang Ahlussunnah kepada Penguasa

  1. kecuali bila kalian melihat kekufuran yang jelas, dimana kalian memiliki bukti yang nyata di sisi Allah. Lahir dari produk haram, kenapa bisa jadi halal? (baca demokrasi)

Tinggalkan komentar